Seandainya bicara mengenai banyaknya budaya lamaran serta
pernikahan di Indonesia tentu tidak ada habisnya. Pada zaman yang sudah modern
ini, banyak calon mempelai yang memilih untuk melakukan acara lamaran yang
simpel, namun tetap menyisipkan bermacam-macam faktor adat asal-usul dari kedua
belah pihak. Mau tahu bagaimana budaya lamaran menurut adatmu? Simak review
kami mengenai bermacam-macam budaya lamaran adat berikut!
Baca juga : papan bunga pernikahan
Baca juga : papan bunga pernikahan
Mengenal Jenis Budaya Lamaran Budaya Di Indonesia - 001
1. Jawa
Dalam lamaran adat jawa, diadakan secara khusus dahulu
pertemuan legal antara kedua pihak orang tua dan perlu dilibatkan kehadiran
beberapa saksi. Seandainya pihak perempuan sudah setuju dengan lamaran yang
diajukan pihak laki-laki, karenanya hal ini disepakati dengan petunjuk
persetujuan atau paningset. Konsep paningset ini yaitu budaya yang mengikat
kedua pihak. Terdapat sanksi kalau salah satu mengingkari kesepakatan.
Biasanya, paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin laki-laki terhadap
calon pengantin perempuan paling lambat lima hari sebelum hajat perkawinan
diselenggarakan. Tapi, acara penyerahan atau srah-srahan paningset sering juga
digabungkan dengan upacara midodareni. Terdapat pula tiga tipe paningset, yaitu
paningset utama yang terdiri dari cincin polos tanpa mata serta seperangkat
perlengkapan sandang wanita, peningset abob-abon yang terdiri dari
bermacam-macam makanan yang memiliki makna tersendiri, dan paningset pengiring
yaitu bermacam-macam tipe hasil bumi, antara lain beras, umbi-umbian, dan
sebagainya.
2. Sunda
Sebelum mengadakan lamaran adat Sunda, pihak laki-laki yang
ingin melamar perlu melakukan neundeun omong secara khusus dahulu.
Pengerjaannya cukup simpel di mana orang tua atau wali dari kedua belah pihak
bertemu dan mempertimbangkan tanggal lamaran. Acara lamaran sendiri disebut
narosan atau ngalamar. Pihak laki-laki akan membawa beberapa barang seperti
makanan, cincin, sirih, dan pakaian perempuan yang tentunya memiliki makna
tersendiri. Tiap-tiap keluarga kemudian memilih seseorang yang dianggap sudah
berpengalaman atau wakil dari kedua keluarga sebagai juru bicara. Terperinci
untuk hari pernikahan yang akan datang juga biasanya dibicarakan pada acara
ini.
3. Melayu Riau
Prosesi lamaran dalam adat Melayu Riau dimulai dengan
pelaksanaan menjarum-jarum atau disebut dengan \\\'merisik\\\'. Pelaksanaan ini
dijalankan secara membisu-membisu oleh pihak lelaki terhadap kekasih yang
dilamar. Wakil yang ditunjuk untuk mencari tahu perihal diri dan situasi
keluarga pihak perempuan ini yaitu seorang yang mendapatkan kepercayaan penuh
dari pihak orang tua dan keluarga pihak laki-laki. Tahap berikutnya yaitu
meminang. Dalam acara meminang ini keluarga pihak laki-laki mengumumkan bahwa
mereka akan berkunjung ke rumah pihak perempuan untuk melamar. Pihak keluarga
perempuan kemudian mempersiapkan bermacam-macam perangkat adat seperti tepak
sirih lengkap dengan isinya. Adapun acara meminang biasanya dipimpin oleh orang
yang dituakan. Sesudah utusan pihak lelaki datang dari pihak keluarga perempuan
dimulailah pelaksanaan sorong tepak sebagai petunjuk penerimaan tetamu dengan
ikhlas hati. Kemudian, acara lamaran dilanjutkan dengan kata bersambut yang
dimulai dengan sebuah pantun.
4. Batak
Tahapan lamaran legal dalam adat Batak disebut marhusip.
Pada acara marhusip ini, keluarga besar dari pihak lelaki membawa hantaran
berupa pinahan lobu atau daging babi (bisa juga diganti daging sapi). Meskipun
dari pihak mempelai wanita patut mempersiapkan dekke atau ikan mas arsik untuk
menggambarkan siapnya mendapatkan kedatangan keluarga besar calon menantu.
Lalu, Kedua keluarga besar duduk berhadapan yang diwakilkan oleh raja parhata
dari masing-masing pihak yang saling berbalasan pantun untuk mengawali prosesi
lamaran. Dikala kedua keluarga besar sudah menempuh kesepakatan, karenanya
barulah sang calon mempelai perempuan keluar untuk menemui lelaki yang
melamarnya. Kemudian, calon mempelai lelaki akan diberi uang ingot-ingot di
atas beras sebagai petunjuk pengingat untuk pesta adat berikutnya.
5. Betawi
Seperti prosesi lamaran pada biasanya, dalam budaya Betawi
pihak keluarga laki-laki akan berkunjung ke kediaman wanita. Hadir pula seorang
mak comblang yang bertugas sebagai juru bicara dari pihak keluarga pria.
Terdapat juga beberapa seserahan adat Betawi yang patut dibawa pihak pria,
seperti Sirih Lamaran yaitu seperangkat sirih lengkap yang dihias indah sebagai
simbol kehormatan dan penghargaan terhadap pihak keluarga perempuan. Sesudah
lamaran sudah menempuh kesepahaman dari dua belah pihak, pihak keluarga
laki-laki akan kembali datang ke rumah pihak perempuan seminggu kemudian untuk
membawa tande putus yang biasanya berupa cincin. Artinya, calon mempelai
perempuan sudah terikat dan tidak bisa diganggu gugat pihak lain.
6. Minangkabau
Acara lamaran adat Minangkabau berbeda dengan adat-adat
lamaran pada biasanya sebab budaya Minang menganut sistem matrilineal,
karenanya prosesi lamaran justru dijalankan oleh pihak keluarga perempuan
terhadap keluarga pria yang akan dipinang. Disebut maminang, prosesi ini
terdapat melibatkan baruka tando di mana kedua pihak saling menukar petunjuk
sebagai simbol ikatan kesepakatan dari pertunangan. Benda yang ditukar berupa
benda pusaka, seperti keris atau kain adat yang kaya akan sejarahnya. Dalam
budaya Minangkabau malah terdapat beberapa bawaan patut, seperti sirih pinang
yang melambangkan diterimanya kekurangan-kekurangan dari kedua belah pihak.
7. Bugis
Prosesi lamaran adat bugis disebut sebagai mappettuada.
Mappettu memiliki arti \\\'mempertimbangkan\\\' dan ada artinya
\\\'perkataan\\\', karenanya acara mappettuada ini yaitu negosiasi antara
keluarga pihak laki-laki dengan keluarga pihak perempuan. Acara ini dihadiri
keluarga pihak lelaki di kediaman calon mempelai perempuan. Dalam prosesi ini,
bermacam-macam tipe kudapan manis tradisional khas Bugis disuguhkan terhadap
keluarga calon mempelai laki-laki. Pihak laki-laki membawa kelapa yang sedang
bertunas sebagai simbol kemakmuran dan doa untuk kedua mempelai supaya bisa
bermanfaat dari semua sisi kehidupan layaknya pohon kelapa. Sesudah selesai
memakan kudapan manis tradisional serta mendapatkan bawaan, kedua belah pihak
keluarga akan mendiskusikan hari pernikahaan, waktu, dan detil lainnya.
8. Bali
Acara lamaran adat Bali cukup simpel. Tahap pertama yaitu
memilih tanggal dan hari yang bagus menurut kalender Bali. Lamaran, seperti
pada biasanya, dijalankan oleh semua keluarga pihak lelaki yang mengunjungi
rumah calon mempelai perempuan. Tapi, sebab Bali memiliki sistem kasta, kadang
lamaran seperti ini tidak bisa dijalankan. Seandainya sang calon mempelai
perempuan yaitu member kasta yang lebih tinggi dari calon mempelai lelaki,
wanita hal yang demikian akan \\\'diculik\\\' ke rumah mempelai laki-laki.
Kemudian, semua keluarga pihak lelaki baru akan kerumah keluarga pihak wanita
untuk mengatakan bahwa anak mereka akan menikah dan minta ridho dari
keluarganya. Dalam kedua skenario hal yang demikian, semua diskusi, termasuk
detil dari pernikahan, patut dijalankan oleh tetua keluarga laki-laki. Tidak
terdapat seserahan dalam lamaran adat Bali, namun cuma perlu membawa sesajen
yang isinya lebih banyak dari biasanya.
9. Tionghoa
Acara lamaran dalam budaya Tionghoa di Indonesia disebut
sebagai dingjing. Acara dimulai dengan penyambutan terhadap keluarga lelaki
yang membawakan seserahan. Terdapat enam tipe baki seserahan yang patut, yaitu
kudapan manis boy and girl, kudapan manis wijen, kudapan manis beras, kudapan
manis bolu, kudapan manis pia dan juga permen ting-ting, serta buah jeruk dan
apel. Biasanya seserahan ini di dekorasi serba merah mengikuti nuansa pakaian
Tionghoa. Jumlah baki ataupun isi di dalamnya patut berjumlah genap dan dimulai
dari enam sebab dua dianggap terlalu sedikit dan empat memiliki makna negatif
dalam Bahasa Mandarin. Sesudah pihak lelaki memperkenalkan tujuan dan
lamarannya diterima, ibu atau wanita yang dituakan memakaikan kalung terhadap
calon mempelai perempuan sebagai petunjuk mengikat. Pada akhir acara, beberapa
dari seserahan yang diberi akan dikembalikan terhadap keluarga calon mempelai
laki-laki sebagai simbol bahwa keluarga calon mempelai perempuan tidak akan
menyerahkan anak perempuannya sepenuhnya terhadap keluarga calon mempelai
laki-laki.
10. Manado
Upacara Maso Minta Suku Minahasa yaitu acara lamaran yang
paling lazim dari Manado. Upacara dimulai dengan toki pintu atau mengetuk
pintu, di mana kediaman mempelai perempuan patut benar benar sepi, semua
jendela serta pintu nya ditutup, serta lampu-lampu dinonaktifkan. Kemudian,
utusan pihak pria akan mengetuk pintu kediaman wanita hal yang demikian
sebanyak tiga kali, baru pintu rumah boleh dibuka. Selama maso minta malah,
sang gadis tidak diizinkan keluar menemui calon mempelainya. Laki-laki yang
melamar patut minta untuk bertemu hingga tiga kali, baru calon mempelai
perempuan akan menampakkan dirinya. Terdapat juga prosesi tawar-menawar oleh
pihak perwakilan perempuan terhadap pihak pria perihal benda hantaran serta
pepeko\\\'an , yaitu menghitung jumlah hantaran untuk menyesuaikan dengan
kemauan keluarga calon perempuan. Isi hantaran yang biasanya dibawa pada
prosesi maso minta di antaranya ada kain tenun khas Minahasa atau bentenan,
umbi-umbian atau padi-padian, buah-buahan secara khusus pisang, seperangkat
busana dan kosmetik, perhiasan, serta aneka jajanan pasar khas Manado.
Post sebelumnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar